Close Menu
GameformiaGameformia
  • News
  • Review
  • Games
    • Editor’s Picks
    • Revisit
    • Indiepeek
    • Icon
    • Profiles
    • Mythologame
    • Origin
    • Retrospective
  • Features
    • Exclusive
    • Interview
  • Tips & Guides
    • Guides
    • Tips
  • Tech
    • Tech Tips
    • Products
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
GameformiaGameformia
Facebook X (Twitter) Instagram
Login
  • News
  • Review
  • Games
    1. Editor’s Picks
    2. Revisit
    3. Indiepeek
    4. Icon
    5. Profiles
    6. Mythologame
    7. Origin
    8. Retrospective
    9. View All

    Game Superhero yang Membuatmu Jadi Pahlawan dari Kamar

    Mei 28, 2025

    10 Game Action PC Terbaik yang Seru dan Cerita Intens

    Mei 27, 2025

    20 Game RPG PS1 dengan Gameplay dan Cerita Terbaik

    Mei 26, 2025

    10 Game Petualangan dengan Gameplay dan Cerita Terbaik

    Mei 25, 2025

    Arthur Morgan – Dari Loyalis Berakhir Tragis

    Mei 21, 2025

    Super Mario Bros: Sang Tukang Ledeng Wajah Nintendo

    Mei 19, 2025

    Pac-Man: Si Makhluk Bulat Unik Pengubah Sejarah Industri Game

    April 17, 2025

    Sonic the Hedgehog Si Landak Biru Ikonik dari Sega

    April 7, 2025

    Shigeru Miyamoto: Maestro Visioner di Balik Kesuksesan Nintendo

    Mei 17, 2025

    Jin Ifrit: Monster Api Berasal dari Kepercayaan Islam

    September 9, 2025

    Dewa Odin – Sang Dewa dari Segala Dewa Bangsa Nordik

    Mei 23, 2025

    The Sims: Simulasi Mengatur Hidup Orang Lain

    Mei 18, 2025

    Sejarah Game Balap Ternama Need for Speed

    Mei 9, 2025

    T-Virus Umbrella: Asal-Usul Bencana Global dalam Resident Evil

    Mei 5, 2025

    Road Rash: Antara Berpacu dengan Lawan atau Kejaran Polisi

    April 27, 2025

    Chrono Trigger: JRPG Digarap Oleh Tim Orang-Orang Hebat

    Mei 13, 2025

    Chrono Cross: JRPG dengan Tema Dunia Paralel Nan Eksotis

    Mei 12, 2025

    Wild Arms 3: JRPG Wild West dengan Grafis Full 3D

    Mei 4, 2025

    Suikoden 3: Sekuel Pertama dengan Format 3D

    Mei 3, 2025

    Jin Ifrit: Monster Api Berasal dari Kepercayaan Islam

    September 9, 2025

    Game Superhero yang Membuatmu Jadi Pahlawan dari Kamar

    Mei 28, 2025

    10 Game Action PC Terbaik yang Seru dan Cerita Intens

    Mei 27, 2025

    20 Game RPG PS1 dengan Gameplay dan Cerita Terbaik

    Mei 26, 2025
  • Features
    1. Exclusive
    2. Interview
    3. View All

    Cel-Shading: Teknik Memadukan 3D dengan 2D

    April 19, 2025

    Game Remake: Sebuah Kemalasan atau Upaya Pelestarian?

    April 3, 2025

    Cel-Shading: Teknik Memadukan 3D dengan 2D

    April 19, 2025

    Game Remake: Sebuah Kemalasan atau Upaya Pelestarian?

    April 3, 2025
  • Tips & Guides
    • Guides
    • Tips
  • Tech
    1. Tech Tips
    2. Products
    3. View All

    10 Laptop MSI Gaming Terbaik Harga Terupdate 2025

    Mei 16, 2025

    10 Laptop Tipis Ini Punya Spesifikasi Kelas Gaming

    Mei 15, 2025

    10 Rekomendasi Mouse Gaming Murah Terbaik Mulai dari 70 Ribuan

    Mei 10, 2025

    10 Rekomendasi HP Gaming 3 Jutaan Terbaik Tahun 2025

    April 15, 2025
GameformiaGameformia
Home » Steam Jual Game untuk Kolektor, Bukan Gamer Sejati
Steam Platform Jual Game Ke Kolektor
News

Steam Jual Game untuk Kolektor, Bukan Gamer Sejati

By Lintang AyomiJuli 15, 2025Updated:Juli 15, 2025Tidak ada komentar3 Mins Read
Share
Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

Chris Zukowski, analis industri game independen, menyampaikan satu gagasan yang mungkin tak terlalu mengejutkan, tapi terasa sangat relevan bagi siapa pun yang pernah memborong game di Steam hanya karena diskon: pemain Steam adalah penimbun. “Mereka membeli game yang bahkan mereka tahu tidak akan pernah mereka mainkan,” kata Zukowski dalam sebuah tulisan terbaru yang dikutip dari GamesRadar+.

Zukowski menyebut bahwa alasan para developer bersedia memberikan potongan sebesar 30 persen kepada Valve selaku pengelola Steam adalah karena mereka sadar akan satu hal: Steam dipenuhi oleh pengguna yang suka mengoleksi game. “Marketplace ini dipenuhi oleh ‘super gamer’ yang tak segan menghamburkan uang untuk game yang mereka tak niat mainkan,” ujarnya.

Fenomena ini disebut Zukowski sebagai karakteristik para hobiis: mereka membeli bukan karena butuh atau ingin memainkan, melainkan karena ingin memiliki. Kondisi ini tak berbeda jauh dengan pecinta Lego yang menyimpan set demi set tanpa pernah dirakit, atau perajut yang menumpuk benang tanpa pernah dijadikan kain. Bahkan di Jepang, praktik ini memiliki istilah sendiri, yaitu tsundoku atau membeli buku dan menumpuknya tanpa dibaca.

Dalam artikel lawas yang dikutip Zukowski, Simon Carless mencatat bahwa pemain rata-rata di Steam hanya memainkan 48,5 persen dari koleksi game mereka. Selebihnya, tidak pernah dibuka sama sekali.

Zukowski juga membandingkan Steam dengan Netflix. Bedanya, Netflix harus bersaing dengan waktu tidur penggunanya. “Valve memecahkan persoalan yang membuat Netflix kesulitan: bagaimana menjual hiburan kepada orang-orang yang sudah punya terlalu banyak hiburan,” tulisnya. Steam, kata dia, menciptakan sebuah ilusi: bahwa di masa depan, akan ada waktu untuk memainkan semua game yang dibeli.

Realitasnya, waktu itu hampir tak pernah datang.

Hal ini bukan sekadar kebiasaan konsumen, tapi juga berkah tersembunyi bagi para developer. Zukowski menjelaskan bahwa jika semua orang bersikap rasional dengan membeli hanya game yang benar-benar akan mereka mainkan, maka industri game akan kehilangan separuh pendapatannya.

Banyak developer indie mungkin berharap game mereka dimainkan, dibahas di Discord, dan bahkan menginspirasi cosplay. Namun Zukowski menegaskan bahwa harapan tersebut sering kali tidak realistis. “Game Anda mungkin hanya akan jadi satu judul lagi di tumpukan tsundoku digital,” ujarnya.

Zukowski pun mengakui bahwa dirinya tidak kebal dari fenomena ini. Dari total koleksi game yang ia miliki di Steam, dua pertiganya belum pernah ia mainkan. Ia menyarankan agar para developer mulai memahami karakter pemain dengan lebih realistis dan tidak terlalu berharap pada keterlibatan tinggi dari setiap pembeli.

Dalam pandangan Zukowski, justru perilaku konsumtif yang tidak rasional inipembelian impulsif, keinginan untuk memiliki alih-alih memainkan—yang menjadi pondasi ekonomi platform seperti Steam. Valve, menurutnya, telah menciptakan ruang bagi para “pelaut mabuk” digital yang menghabiskan uang mereka tanpa banyak pertimbangan, dan para developer hanya perlu memahami itu.

“Jika konsumen bersikap logis, maka pasar akan menyusut drastis. Tapi karena pemain Steam adalah penimbun, developer mendapat akses ke pasar yang rela mengeluarkan uang untuk sekadar menambah koleksi,” kata Zukowski.

Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Email
Lintang Ayomi
  • Website

Related Posts

Ubisoft Akan Lebih Fokus pada Multiplayer di Seri Far Cry

September 11, 2025

Kisah Pahit Hideo Kojima Sebelum Jadi Kreator Game Legendaris

September 10, 2025

Hollow Knight: Silksong Banjir Ulasan Negatif di Steam Gara-Gara Tingkat Kesulitan

September 9, 2025

Sony Dikabarkan Pertahankan Drive Disk Lepas-Pasang untuk PlayStation 6

September 9, 2025
Add A Comment
Leave A Reply Cancel Reply

Editors Picks

Ubisoft Kembali Lakukan PHK, Kali Ini Tim Publishing yang Jadi Korban

September 11, 2025

Ubisoft Akan Lebih Fokus pada Multiplayer di Seri Far Cry

September 11, 2025

Kisah Pahit Hideo Kojima Sebelum Jadi Kreator Game Legendaris

September 10, 2025

Jin Ifrit: Monster Api Berasal dari Kepercayaan Islam

September 9, 2025
Top Reviews
News

Remake Metal Gear Solid 3 Hadirkan Mini-Game Karya PlatinumGames

By Dani Achmad
News

Diam-Diam, CD Projekt Siapkan Patch Terakhir Cyberpunk 2077

By Dani Achmad
News

Nintendo Switch 2 Jadi Konsol dengan Penjualan Tercepat Sepanjang Sejarah di Jepang

By Dani Achmad
Advertisement
Demo
Gameformia
Facebook X (Twitter) Instagram YouTube
  • News
  • Review
  • Games
  • Tech
  • Tips & Guides
©2025 - Gameformia | All rights reserved

Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.

Sign In or Register

Welcome Back!

Login to your account below.

Lost password?