Kenaikan harga game kembali menjadi perdebatan. Nintendo sempat menaikkan harga judul terbarunya menjadi 80 dolar AS, keputusan yang menuai kritik luas. Namun perusahaan asal Jepang itu bergeming. Microsoft mengikuti langkah serupa, meski akhirnya harus mundur setelah gelombang protes memaksa mereka kembali ke standar 70 dolar AS.
Di tengah kontroversi itu, Shawn Layden—mantan bos PlayStation—menilai harga 80 dolar AS masih tergolong rendah. Dalam wawancara dengan Gamesindustry.biz, ia berpendapat bahwa harga game seharusnya naik setiap kali industri memasuki generasi konsol baru. Menurutnya, penerbit enggan mengambil langkah tersebut karena takut ditinggalkan konsumen dan dihantam kritik.
Layden menyoroti fakta bahwa harga game premium relatif stagnan selama dua dekade terakhir, sementara biaya dan waktu pengembangan meningkat tajam. Inflasi juga memperparah kesenjangan tersebut. “Jika harga tetap sama sementara ongkos produksi terus naik, keuntungan akan semakin tergerus,” ujarnya.
Sebagai ilustrasi, Layden membandingkan era PlayStation 1 dan PlayStation 4. Pada masa PS1, menjual 20 juta kopi game seharga 60 dolar AS dengan biaya produksi 10 juta dolar masih menghasilkan margin besar. Namun di era PS4, jumlah penjualan yang sama dengan harga serupa hanya akan menutup biaya produksi sekitar 160 juta dolar.
Bagi Layden, perbedaan itu menunjukkan betapa harga game seharusnya mengikuti eskalasi biaya di balik layar. Meski demikian, kenyataan di pasar memperlihatkan bahwa industri lebih memilih mempertahankan standar harga, sembari mencari cara lain untuk menutup biaya produksi, mulai dari mikrotransaksi, konten tambahan, hingga layanan berlangganan.