Setelah bertahun-tahun menjadi bahan candaan di kalangan penggemar, Hollow Knight: Silksong akhirnya mendapatkan kepastian. Team Cherry, studio kecil asal Australia yang mengembangkan game ini, mengumumkan tanggal rilis resmi, yakni 4 September 2025.
Pengumuman itu dilakukan melalui kanal YouTube Team Cherry dan langsung disambut meriah. Lebih dari 300 ribu orang menonton secara bersamaan, sementara dalam tiga jam setelah siaran, jumlah penonton sudah menembus 1,4 juta kali tayang. Antusiasme itu mencerminkan besarnya ekspektasi terhadap sekuel Hollow Knight, game aksi-petualangan 2D yang pertama kali rilis pada 2017 dan sejak itu menjelma menjadi salah satu ikon game indie.
Sekuel ini pertama kali diumumkan pada 2019, dua tahun setelah Hollow Knight beredar. Sejak saat itu, setiap ajang besar seperti Xbox Showcase, Nintendo Direct, hingga Gamescom, selalu memunculkan harapan para penggemar akan kabar terbaru Silksong. Bahkan Geoff Keighley, salah satu figur sentral industri game, ikut menjadikannya bahan lelucon sebelum menggelar acara Gamescom Opening Night Live tahun ini.
Kehebohan tersebut tidak lepas dari kesuksesan Hollow Knight. Pada 2019, game itu sudah terjual 2,8 juta kopi. Angka tersebut terus melesat hingga mencapai 15 juta kopi per 2025, menurut laporan Bloomberg. Bagi tim indie yang hanya beranggotakan tiga orang, pencapaian ini jelas luar biasa.
Lantas mengapa Silksong membutuhkan waktu tujuh tahun? Menurut dua pendiri Team Cherry, Ari Gibson dan William Pellen, jawabannya sederhana: mereka menikmatinya. “Tidak pernah ada fase mandek. Proyek ini selalu berkembang. Kami hanya tim kecil, dan membuat game itu butuh waktu panjang,” kata Gibson kepada Bloomberg.
Awalnya, Silksong hanya direncanakan sebagai DLC. Namun lingkup proyek yang makin meluas membuatnya berubah menjadi game penuh. Perubahan itu berlanjut hingga 2022, ketika Team Cherry menampilkan Silksong dalam showcase Xbox yang menjanjikan semua game akan rilis dalam satu tahun. Janji itu tak terpenuhi, tapi pengembangan terus berjalan.
“Kami sering meremehkan waktu dan tenaga yang dibutuhkan,” ujar Gibson. “Tapi karena kami menikmatinya, rasanya bukan beban. Justru jadi ruang kreatif yang menyenangkan, dan selalu ada ide baru yang ingin kami tambahkan.”
Salah satu alasan mengapa pengembangan berjalan lama adalah pilihan Team Cherry untuk tetap menjaga tim kecil. Selain Gibson dan Pellen, mereka hanya dibantu oleh programmer Jack Vine, komposer Chris Larkin, dan beberapa kontraktor lepas. Menurut mereka, struktur ini lebih sehat ketimbang memperbesar tim dan terjebak dalam urusan manajemen.
“Kami tidak ingin mengutak-atik formula hanya untuk kemudian sadar kalau hasilnya tidak menyenangkan,” ujar Gibson. “Dulu saya pernah mengelola tim besar. Saya tidak ingin mengulanginya.”
Pendekatan itu membuat mereka bahkan tak akrab dengan perangkat lunak manajemen proyek yang lazim digunakan industri. Saat ditanya soal Jira, Gibson balik bertanya, “Apa itu Jira?” Sementara Pellen menambahkan bahwa mereka sempat mencoba Trello, tetapi akun mereka ditutup karena jarang dipakai.