Survei di Jepang menunjukkan bahwa pengeluaran untuk game dinilai lebih mengganggu dalam hubungan romantis dibandingkan berjudi. Apa penyebabnya?
Sebagian besar pasangan tentu berharap bisa berbagi kehidupan secara harmonis, termasuk dalam urusan keuangan. Namun sebuah survei terbaru di Jepang menunjukkan bahwa tidak semua bentuk pengeluaran dianggap bisa diterima dalam hubungan asmara. Yang mengejutkan, pengeluaran untuk video game justru dinilai lebih tidak menarik dibandingkan berjudi.
Survei yang dilakukan oleh layanan ketenagakerjaan Biz Hits itu melibatkan 505 responden, terdiri dari 363 perempuan dan 142 laki-laki, dengan mayoritas berusia antara 20 hingga 39 tahun. Mayoritas responden—sebanyak 95,6 persen—mengakui bahwa kebiasaan mengatur keuangan pasangan berdampak besar terhadap kualitas hubungan.
Ketika ditanya jenis pengeluaran apa yang paling membuat pasangan terlihat tidak menarik, jawaban teratas adalah menghabiskan uang untuk video game. Sebanyak 13,3 persen responden menyebutnya sebagai kebiasaan yang mengganggu. Angka ini lebih tinggi dibandingkan mereka yang merasa terganggu oleh pasangan yang berjudi (9,1 persen) atau yang hidup melebihi kemampuan finansialnya (6,7 persen).
Hasil ini mengejutkan, mengingat video game kini telah menjadi bagian dari budaya pop mainstream di Jepang. Bahkan, dalam beberapa dekade terakhir, game sering dilihat sebagai bentuk hiburan yang setara dengan musik atau film. Namun rupanya, sentimen terhadap pengeluaran untuk game, khususnya game dengan model free-to-play dan sistem gacha, di mana membawa kekhawatiran tersendiri.
Model game masa kini banyak mengandalkan pembelian dalam aplikasi, di mana pemain membayar untuk membuka konten tambahan yang diperoleh secara acak. Sistem ini, yang mirip dengan mekanisme loot box atau undian, kerap dianggap menyerupai perjudian. Bedanya, dalam game, pemain selalu mendapat sesuatu, meskipun tidak selalu yang diinginkan. Sayangnya, bagi orang di luar komunitas gamer, hal ini sulit dipahami.
Seorang responden perempuan usia 20-an mengaku pernah meminjamkan uang kepada pacarnya yang mengaku kesulitan secara finansial, tapi uang tersebut ternyata digunakan untuk belanja dalam game. Responden pria berusia 30-an pun mengungkapkan keheranan saat melihat pasangannya menghabiskan lebih dari 10.000 yen untuk pembelian item digital.
Kondisi ini berbeda dengan perjudian konvensional seperti pachinko atau taruhan balap di Jepang, yang kini mengalami penurunan popularitas, terutama di kalangan anak muda. Keberadaan tempat perjudian tetap banyak, namun daya tariknya kian menurun. Akibatnya, perilaku berjudi tidak lagi berada di posisi tertinggi dalam daftar kebiasaan pasangan yang dianggap mengganggu.
Menariknya, dalam survei ini, responden tidak menolak pengeluaran secara keseluruhan. Keluhan lain yang muncul justru berkaitan dengan pasangan yang terlalu hemat atau terlalu perhitungan, seperti menuntut pembagian biaya selalu 50:50, memberi hadiah murahan, atau terlalu terobsesi menabung.

 
		