Di tengah lesunya industri game global akibat gelombang PHK dan penutupan studio besar seperti yang baru-baru ini dilakukan oleh Microsoft, suara-suara optimisme tetap muncul dari para veteran industri. Salah satunya adalah John Romero, desainer legendaris di balik sejumlah game tembak-menembak ikonik, yang percaya bahwa masa depan industri game ada di tangan para pengembang independen atau indie.
Dalam episode terbaru podcast Deep Dive produksi Nightdive Studios, Romero menyampaikan pandangannya soal arah perkembangan industri game saat ini. Meskipun rekaman tersebut dilakukan sebelum proyek game terbarunya kehilangan pendanaan, Romero tetap menyuarakan keyakinan bahwa geliat dunia indie justru menjadi tumpuan perubahan.
“Sekarang industri ini jauh lebih besar dibandingkan dulu, terutama dari sisi pengembang indie,” kata Romero. Ia mencontohkan platform seperti Itch.io dan Steam sebagai bukti banyaknya game indie yang dirilis setiap bulan. Bahkan di pasar mobile seperti iOS dan Android, sebagian besar konten datang dari tangan-tangan independen.
Namun Romero menekankan bahwa kekuatan indie bukan hanya pada kuantitas. Dampaknya kini mulai menyaingi, bahkan menginspirasi studio besar. “Kalau kita lihat penghargaan Game of the Year, setengahnya berasal dari game indie,” ujarnya. Ia menyebut beberapa contoh seperti Balatro, Baldur’s Gate 3, Helldivers 2, Clair Obscur, hingga Minecraft, yang pada masa awalnya merupakan game indie sebelum Mojang diakuisisi oleh Microsoft.
“Semua itu game indie. Merekalah yang bikin perusahaan triple-A mulai berpikir, ‘Tunggu dulu, kita juga harus mulai bikin seperti ini,’” tegasnya.
Optimisme Romero juga dilandasi oleh kemudahan distribusi dan akses teknologi yang kini lebih terbuka. Menurutnya, pengembang saat ini bisa langsung merilis game ke publik tanpa harus melalui distribusi fisik yang mahal seperti era CD dan toko ritel. Ia menyebut kemunculan software pengembangan gratis seperti Godot dan Unreal Engine, serta platform distribusi digital seperti Steam dan Itch.io, sebagai faktor utama yang membuat hambatan teknis nyaris hilang.
“Teknologinya sudah bukan masalah. Tantangan sekarang adalah bagaimana orang bisa menemukan game kamu,” kata Romero, merujuk pada tantangan discoverability di tengah banjir konten yang ada.
Namun, narasi optimis ini tidak sepenuhnya menutup mata pada persoalan lain yang menghantui pengembang indie, yakni pendanaan. Dalam iklim pasca-pandemi, banyak penerbit dan investor mulai berhati-hati. Saluran pembiayaan yang dulunya terbuka lebar kini makin menyempit, memaksa banyak pengembang untuk bekerja di luar jam kantor atau membiayai proyek mereka dari tabungan pribadi, dua kondisi yang tidak semua orang bisa lakukan.
Dengan lebih dari 18 ribu game dirilis di Steam sepanjang 2024, pertarungan mendapatkan perhatian pengguna menjadi sangat ketat. Tanpa nama besar atau rekam jejak kesuksesan seperti Larian Studios atau ConcernedApe, banyak pengembang indie harus berjibaku di antara kerumunan algoritma dan keterbatasan finansial.