Ubisoft resmi menunjuk Charlie Guillemot, putra dari salah satu pendiri sekaligus CEO Ubisoft, Yves Guillemot, sebagai Co-CEO untuk anak perusahaan barunya. Charlie akan berbagi kepemimpinan dengan Christophe Derennes, veteran Ubisoft yang turut membidani lahirnya Ubisoft Montreal. Langkah ini menjadi bagian dari strategi perusahaan untuk memperkuat pengelolaan sejumlah waralaba besar seperti Assassin’s Creed, Far Cry, dan Rainbow Six.
Anak perusahaan ini didukung oleh raksasa teknologi asal Tiongkok, Tencent, dan dibentuk dengan misi khusus: mengawal masa depan tiga seri game paling ikonik dalam sejarah Ubisoft. Keputusan ini datang di tengah masa transisi internal, menyusul kabar pemutusan hubungan kerja terhadap 19 karyawan di Red Storm Entertainment, studio yang turut didirikan oleh Tom Clancy. Meski tidak ada indikasi hubungan langsung antara kedua peristiwa tersebut, langkah Ubisoft menunjukkan arah baru yang tetap menempatkan warisan Tom Clancy sebagai bagian penting strategi jangka panjang perusahaan.
Dalam siaran persnya, Ubisoft menyebutkan bahwa anak perusahaan ini akan menjadi pusat pengembangan untuk proyek-proyek strategis yang dirancang dengan pendekatan lintas tim. Charlie Guillemot yang telah berpengalaman di berbagai tim pengembangan internal Ubisoft akan berperan dalam menentukan waralaba mana yang menjadi fokus. Sementara Christophe Derennes bertanggung jawab untuk merumuskan cara mewujudkan visi perusahaan melalui tim dan teknologi yang ada.
Salah satu topik yang turut dibahas adalah potensi pemanfaatan teknologi terkini seperti AI Generatif dan cloud gaming. Ketika ditanya soal peluang pertumbuhan industri game ke depan, Charlie menekankan pentingnya inovasi, sembari mengingatkan bahwa daya tarik utama tetap berada pada kualitas konten.
“AI generatif dan cloud akan merevolusi penciptaan game dan pengalaman pemain dalam jangka panjang. Namun saat ini, yang paling penting adalah tampil menonjol. Itu artinya menawarkan konten berkualitas tinggi, kadang lebih ringkas, dan relevan bagi generasi baru yang memiliki cara konsumsi konten yang berbeda,” ujar Charlie Guillemot.
Meskipun Ubisoft belum merinci judul-judul spesifik yang akan dikembangkan di bawah anak perusahaan ini, mereka telah mengisyaratkan sejumlah remake, termasuk dari seri Assassin’s Creed. Mengingat IP ini menjadi salah satu yang disebut secara langsung dalam pernyataan resmi, besar kemungkinan salah satu remake akan ditangani oleh unit baru tersebut.
Fenomena penggunaan AI dalam pengembangan game memang menuai perdebatan, namun tren ini terus berkembang. Data terbaru menunjukkan hampir 20 persen game yang dirilis di Steam pada 2025 melibatkan AI generatif dalam proses kreatifnya. Charlie sendiri tidak menyebut seberapa jauh Ubisoft akan memanfaatkan teknologi ini, tetapi komentarnya menunjukkan keterbukaan terhadap eksplorasi alat baru yang dapat menunjang efisiensi dan kualitas produksi game.
Langkah ini menunjukkan bahwa di tengah perubahan struktur internal dan dinamika industri yang cepat, Ubisoft berupaya menjaga arah sambil tetap merespons tantangan zaman. Dan untuk itu, mereka tampaknya percaya bahwa masa depan perusahaan bisa dimulai dari tangan keluarga sendiri.

