Perusahaan pengembang game internasional Streamline Studios tengah mendapatkan sorotan publik berkat peluncuran Upin & Ipin Universe. Namun di balik sorotan itu, para karyawan yang turut menggarap proyek tersebut justru menyuarakan keluh kesah mereka, di antaranya gaji tak dibayar, iuran pensiun tak disetor, dan beban kerja semakin tak masuk akal.
Laporan investigatif terbaru dari Nmia Gaming mengungkap praktik manajemen yang disebut penuh masalah dan intimidasi di studio game yang memiliki kantor operasional di Malaysia tersebut.
Cicilan Gaji, Tapi Tak Jelas Kapan Dibayar
Sudah sejak tahun lalu, Streamline Studios dilaporkan kerap menunda pembayaran pesangon kepada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja. Bukannya membayar langsung, perusahaan memilih skema cicilan. Beberapa mantan karyawan mengakui cicilan itu memang dibayarkan, tapi tak sedikit pula yang harus mengejar-ngejar kejelasan, bahkan tak mendapat kabar sama sekali.
Durasi cicilan pun dilaporkan semakin panjang. Jika sebelumnya tiga bulan, kini bisa mencapai setahun. Ironisnya, itu terjadi di tengah penambahan proyek baru yang terus berjalan.
Namun, bukan hanya karyawan yang sudah diberhentikan yang jadi korban. Karyawan aktif pun mengaku bekerja tanpa bayaran selama berbulan-bulan. Slip gaji diterbitkan mundur dari jadwal seharusnya, dan beberapa di antaranya tidak disertai potongan iuran Kumpulan Wang Simpanan Pekerja (KWSP) — semacam dana pensiun wajib di Malaysia. Pihak perusahaan memang menjanjikan akan membayar tunggakan tersebut, tapi hingga Maret 2025, janji itu belum juga terealisasi.
Dalam salah satu email internal yang dikutip oleh Nmia Gaming, manajemen bahkan meminta karyawan yang “sangat membutuhkan uang” untuk melapor agar bisa diprioritaskan. Tapi tak ada jaminan semua akan menerima haknya secara adil.
Bayaran Tergantung Proyek Gratisan
Lebih jauh lagi, sejumlah karyawan menyebut gaji mereka kini dipersyaratkan oleh penyelesaian proyek kedua yang tak dibayar sama sekali. Dengan tenggat waktu yang ketat, mereka diancam tidak akan dibayar jika menolak menyelesaikan proyek tersebut.
“Bukan hanya dipaksa kerja di proyek berbeda, tapi kami juga diancam: kalau tidak selesai, tidak dibayar,” ujar salah satu karyawan dalam kesaksiannya ke Nmia Gaming.
Kritik keras pun dilontarkan terhadap cara perusahaan memperlakukan pekerja kreatifnya. Mereka merasa dipandang bukan sebagai individu dengan kontribusi nyata, melainkan sekadar sumber daya yang bisa dibuang begitu saja.
Tak sedikit pula karyawan yang harus merangkap tugas. Desainer terpaksa menangani tugas pemrograman, sementara staf non-QA (Quality Assurance) diminta bekerja di divisi QA, tanpa pelatihan yang memadai.
Tak Hanya Streamline, Tapi Juga Brandoville dan Anantarupa
Streamline bukan satu-satunya studio game di Malaysia yang diterpa kritik. Brandoville, yang kini sudah tidak beroperasi, pernah ramai dibicarakan karena dugaan eksploitasi dan budaya kerja yang abusif. Salah satu kasus paling mencolok adalah permintaan manajemen agar karyawan mengembalikan sebagian gajinya sebagai “hukuman” atas perilaku yang dianggap buruk.
Anantarupa Studios, pengembang game asal Indonesia, juga sempat menjadi sorotan pada awal 2025 karena keterlambatan pembayaran gaji.
Padahal, hukum ketenagakerjaan di Malaysia cukup jelas: keterlambatan pembayaran gaji lebih dari seminggu bisa membawa perusahaan ke pengadilan tenaga kerja. Tak hanya itu, pengadilan juga berwenang menangani kasus PHK sepihak dan pelanggaran kontrak kerja lainnya.
Tidak Menanggapi, Tapi Membungkam Kritik
Hingga laporan ini terbit, Streamline Studios belum memberikan komentar resmi kepada Nmia Gaming. Dalam kasus laporan tahun lalu pun mereka memilih bungkam. Bahkan, sejumlah pengguna yang membicarakan isu ini di Steam Forums untuk Upin & Ipin Universe dilaporkan telah diblokir.
Upaya perusahaan membungkam kritik publik dan mengaburkan persoalan pembayaran gaji hanya mempertegas krisis kepercayaan yang kini membayangi industri game di Asia Tenggara, di mana industri seharusnya tumbuh bersama pekerja kreatif, bukan di atas penderitaan mereka.