Gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) yang terjadi berturut-turut di tubuh Electronic Arts (EA) mengundang kekhawatiran dari kalangan pengembang internal. Patrick Wren, desainer senior dari studio Respawn Entertainment, menyebut semangat kerja di perusahaan berada di titik terendah sepanjang sejarah.
“Semangat kerja benar-benar berada di level terendah,” tulis Wren melalui akun media sosial pribadinya, merespons kabar pembatalan proyek Black Panther dan penutupan studio pengembangnya, Cliffhanger Games. Studio tersebut diketahui harus menghentikan operasional dan memberhentikan sekitar 75 karyawan.
Pernyataan Wren menyiratkan adanya demoralisasi dan krisis motivasi di lingkungan kerja EA. Ia mengaku tak bisa bicara lebih banyak karena keterbatasan kontrak kerahasiaan, namun mengisyaratkan bahwa situasi internal perusahaan mungkin lebih serius dari yang terlihat.
Sebelumnya, EA telah melakukan PHK terhadap hampir 400 karyawan pada April lalu. Langkah ini menyusul pemangkasan di BioWare setelah performa game Dragon Age: The Veilguard dinilai mengecewakan. Total, dalam beberapa bulan terakhir, EA telah melakukan tiga gelombang PHK yang mempengaruhi berbagai divisi dan studio internal.
Kondisi ini menimbulkan spekulasi mengenai arah kebijakan dan masa depan perusahaan yang selama ini dikenal sebagai salah satu penerbit game terbesar di dunia. Dalam pernyataan resminya, EA menyebut langkah-langkah ini sebagai bagian dari “prioritas strategis jangka panjang.” Namun, pernyataan tersebut belum menjawab kekhawatiran banyak pihak soal kestabilan internal perusahaan.
Fenomena menurunnya semangat kerja ini bukan hanya terjadi di EA. Bungie, studio di balik seri Destiny, juga dikabarkan menghadapi situasi serupa. Sejumlah sumber internal menggambarkan suasana kerja di Bungie sebagai “kacau,” dengan berbagai masalah mulai dari minimnya komunikasi antara manajemen dan tim pengembang, hingga kecaman terhadap proyek Marathon yang belum rilis. Perusahaan tersebut bahkan terseret dalam kasus pencurian karya seni untuk keempat kalinya.
Kondisi ini mencerminkan gejala yang lebih luas dalam industri game global: meningkatnya tekanan finansial dan ekspektasi pasar yang tinggi, namun tak diiringi dengan perhatian terhadap kesejahteraan para pekerja kreatif di balik layar.