Microsoft tampaknya mulai menggeser fokusnya dari persaingan konsol tradisional. Presiden divisi konten dan studio Xbox, Matt Booty, mengatakan bahwa perusahaan kini tidak lagi melihat PlayStation atau Nintendo sebagai ancaman utama. Dalam wawancaranya dengan The New York Times, ia menjelaskan bahwa perilaku pemain sudah berubah, yakni mereka tak lagi terpaku pada satu perangkat tertentu.
“Kami berusaha menjangkau orang di mana pun mereka berada,” ujar Booty.
“Pesaing terbesar kami bukan lagi konsol lain, tapi segala hal yang bisa merebut waktu bermain, mulai dari TikTok hingga film.”
Pernyataan itu muncul bertepatan dengan kabar mengejutkan bahwa Halo, seri andalan yang selama ini menjadi identitas Xbox, akan hadir di PlayStation untuk pertama kalinya. Keputusan tersebut menjadi simbol perubahan besar dalam strategi Microsoft terhadap ekosistem game-nya.
Pergeseran Arah dan Dampak PHK
Booty juga menyinggung soal gelombang PHK besar-besaran yang dilakukan Microsoft pada awal tahun ini. Sekitar 9.000 karyawan diberhentikan, termasuk dari divisi game, yang menyebabkan pembatalan beberapa proyek dan penutupan studio The Initiative.
“PHK memang sulit,” kata Booty.
“Namun, itu bagian dari cara kami mengelola bisnis.”
Langkah ke arah multiplatform ini dianggap sebagai penyesuaian terhadap realitas baru bisnis Xbox. Penjualan Xbox Series masih tertinggal jauh dibandingkan PS5, yang dilaporkan terjual dua kali lipat lebih banyak. Karena itu, Microsoft kini lebih mengandalkan Game Pass sebagai inti model bisnisnya, meski strategi ini menggerus penjualan game premium tradisional.
Dari Eksklusif ke Terbuka
Kebijakan Xbox untuk membuka diri terhadap platform lain sebenarnya sudah dimulai pada awal 2024. Saat itu, CEO Microsoft Gaming Phil Spencer mengumumkan bahwa “hanya empat game” first-party mereka yang akan dirilis di konsol pesaing, sembari menegaskan bahwa hal itu “tidak mengubah strategi eksklusivitas Xbox secara fundamental.”
Namun, sejak pengumuman itu, strategi tersebut berkembang jauh melampaui janji awal. Beberapa judul besar seperti Indiana Jones and the Great Circle, Forza Horizon 5, dan Gears of War: Reloaded kini juga tersedia di PlayStation.
Bahkan Presiden Xbox Sarah Bond menyebut bahwa konsep game eksklusif sudah usang.
“Eksklusif itu ide lama,” ujarnya awal bulan ini.
Tekanan Profit dan Strategi Baru
Menurut laporan Bloomberg, Microsoft menargetkan margin keuntungan di atas rata-rata industri untuk divisi Xbox. Tekanan itu mendorong petinggi perusahaan untuk memangkas biaya dan mencari sumber pendapatan baru. Sejauh ini, hasilnya cukup terasa antara April hingga Juli, enam dari sepuluh game terlaris di PS5 justru merupakan rilisan dari Microsoft.
Namun, perubahan arah bisnis Xbox juga memunculkan kebijakan yang tidak populer. Pada Juli lalu, Microsoft kembali melakukan PHK massal dan membatalkan proyek besar seperti Everwild milik Rare serta Perfect Dark dari The Initiative, studio yang sekaligus ditutup.
Tak berhenti di situ, Microsoft juga menaikkan harga Xbox Game Pass Ultimate hingga 50% dan meningkatkan harga konsol Xbox dua kali sepanjang tahun ini. Langkah ini memicu reaksi keras dari sebagian penggemar.
Kini, Microsoft tampak ingin menempatkan Xbox bukan sekadar sebagai merek konsol, tetapi sebagai platform hiburan digital lintas perangkat. Persaingan pun bukan lagi antara mesin game, melainkan antara waktu dan perhatian pengguna di dunia, di mana menonton TikTok bisa sama kompetitifnya dengan bermain Halo.

 
		